MASJID SEBAGAI PUSAT PENGELOLA ZAKAT ?

Kampanye zakat pada akhir ramadan seperti sekarang ini semakin semarak saja. Hampir di setiap masjid, baik di kota–kota besar maupun di desa-desa pada akhir bulan ramadan mengkampanyekan zakat. Ada yang memasang tulisan besar di papan pengumuman depan/ halaman masjid, ada yang menulis dengan spidol besar di whiteboard, ada yang menulis di papan seadanya dengan kapur atau arang hitam yang penting mudah dibaca oleh jamaah dan ada pula yang memasang spanduk dengan tulisan”Panitia Amil zakat masjid A siap menerima dan menyalurkan zakat maal/fitrah anda”. Ini merupakan suatu upaya bagi para pengurus takmir masjid untuk sosialisasi penggalangan dana zakat fitrah pada akhir bulan ramadan.

Bahkan ada yang memulai kampanyenya sebelum datangnya bulan ramadan dengan spanduk bertuliskan “Kami mengelola zakat anda bukan hanya saat ramadan tiba”. Tulisan spanduk inilah yang menginspirasi kami untuk menulis tema diatas. Jelas ini merupakan bentuk kritik yang ditujukan kepada para pengurus zakat di masjid-masjid yang mengelola zakat hanya saat ramadan tiba. Karena hampir setiap bulan ramadan para pengelola zakat memanfaatkan keutamaan sedekah di bulan ini untuk menggalang dana zakat dari masyarakat, tetapi sangat disayangkan out put dari penggalangan dana itu hampir tidak bisa dirasakan oleh sebagian besar masyarakat. Hanya sebagian kecil masyarakat yang bisa merasakan out put penggalangan dana zakat ini ketika zakat dikelola secara baik dan profesional.

Mengapa hal ini bisa terjadi ? Padahal penggalian dana zakat dari masyarakat pada bulan ramadan kalau dihitung-hitung sangat besar. Tetapi saat itu juga ketika sudah dibagi lenyap tanpa bekas, hilang melayang. Tidak ada perubahan yang terjadi di masyarakat. Mereka yang miskin selamanya miskin, tanpa ada perubahan sosial ekonomi. Status sosial ekonomi mereka tetap dibawah. Mengapa dana yang besar yang dikumpulkan pada akhir bulan ramadan itu tidak dijadikan sebagai upaya perubahan bagi masyarkaat miskin?. Apakah kita rela jika yang miskin itu adalah saudara kandung kita? Bapak ibu kita? Apa yang akan kita lakukan terhadap mereka? Apakah kita hanya memberikan makan 2,5 Kg saja setiap tahunnya? Untuk apa 2,5 Kg itu? Paling hanya untuk makan sehari dua hari. Apakah kita tidak ingin merubah tingkat perekonomian saudara kita? Pasti kalau yang miskin itu saudara kita, kita akan berupaya sekuat tenaga bagaimana meningkatkan perekonomian mereka !. Bukankah Allah memfirmankan “sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara………”(Al hujurat;10)

Permasalahan yang muncul ketika optimasisasi pengelolaan zakat dilakukan di masjid-masjid atau mushola, siapa yang akan bertanggungjawab dalam mengatur perputaran dana zakat. Karena selama ini konsentrasi umat Islam yang tercermin dalam ketakmiran terfokus pada pengelolaan zakat fitrah yang jumlahnya hanya sedikit dibandingkan dengan zakat maal. Optimalisasi pengelolaan zakat maal dimasjid hampir dikata belum ada. Hal ini tercermin dalam pembentukan panitia amil zakat di masjid-masjid biasanya hanya berlaku pada bulan ramdan saja. Setelah bulan ramadan tidak ada lagi panitia amil zakat. Idealnya panitia amil zakat yang dibentuk takmir berjalan tidak hanya dibulan ramadan saja tetapi juga dibulan-bulan lain selain bulan ramadan. Sehingga kalau ada yang menyerahkan zakat maalnya dihari-hari lain selain ramadan tetap dilayani.

Menurut Drs. Sidi Gazalba dalam bukunya Masjid: Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, mestinya masjid bukan hanya ber fungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga berfungsi sebagai tempat penyebaran ilmu pengetahuan, pusat kebudayaan, kegiatan sosial, ekonomi, politik, seni dan juga filsafat.

Jika masjid hanya digunakan untuk kegiatan ibadah shalat saja, apalagi hanya shalat fardhu, maka masjid telah kehilangan fungsi dan makna yang sesungguhnya. Oleh karenanya, untuk memfungsikan masjid sebagaimana pada masa Nabi, kita harus mencari sebab-sebab atau sumber yang menjadikannya tidak berfungsi. Usaha pertama yang perlu dilakukan adalah harus dilakukan dialog antara ta’mir masjid dengan masyarakat sekitarnya guna mencari solusinya. Termasuk di dalamnya membahas tentang regenerasi ta’mir masjid, baik yang menjadi pengurus maupun orang-orang yang ‘punya wewenang khusus’ di dalamnya. Jika selama ini ta’mir hanya dimonopoli oleh kelompok tua sebagaimana yang Bapak persoalkan.

Persoalannya sekarang adalah apakah mereka yang sekarang duduk sebagai ta’mir itu mempunyai inisiatif untuk melakukan dialog apa tidak? Dan apakah mereka juga memiliki anggapan yang sama dengan Bapak atau tidak? Jika, Bapak termasuk menjadi bagian penting dari ta’mir itu, maka inisiatif itu bisa datang dari Bapak sendiri melalui dialog kecil-kecilan bersama ta’mir terlebih dahulu mengenai persoalan-persoalan yang sekarang Bapak rasakan. Sebab, jika tidak ada inisiatif dari ta’mir masjid setempat, apalagi mereka tidak merasakan adanya sesuatu yang salah dengan kepengurusannya, maka hal ini sulit untuk dilakukan.

Namun, jika Bapak tidak menjadi pengurus (ta’mir) masjid, Bapak bisa mengusulkan kepada salah seorang di antara mereka tentang persoalan-persoalan yang sekarang Bapak rasakan. Lagi-lagi, melalui dialog kecil yang sifatnya non-formal. Mungkin, dari masukan semacam ini, mereka, para pengurus masjid akan mempertimbangkan aspirasi Bapak dan menyampaikannya kepada pengurus masjid yang lainnya. Sebab, jika tidak ada aspirasi semacam itu, kadang ta’mir juga merasa bahwa kepengurusan mereka atau sesuatu yang terjadi di masjid itu dianggap berjalan dengan baik dan tidak ada persoalan yang signifikan. Akibatnya, aktifitas yang terjadi di masjid itu yang utama hanya ibadah shalat saja.

Padahal Allah memerintahkan dalam QS At Taubah ; 103

 

 

103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan*) dan mensucikan**) mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

Perintah ambilah menunjukkan aktifitas dalam penggalangan dana zakat secara aktif. Artinya dalam menggalang dana zakat fitrah diperlukan perancanaan dan strategi yang matang. Diantaranya adalah menentukan tujuan pengelolaan zakat fitrah, menganalisa apa saja yang termasuk kebutuhan muzakki, siapa saja yang dijadikan sasaran penggalangan dana zakat, dimana amil memposisikan diri dalam pengelolaan zakat, mengidentifikasi siapa yang wajib membayar zakat dan apa yang akan dikerjakan terkait dengan program-program yang akan dilaksanakan dalam penyaluran zakat fitrah. Apakah hanya sekedar menyalurkan dana zakat fitrah saja?

Pengelolaan zakat profesional tidak menghendaki panitia amil zakat hanya memiliki tugas menerima dan menyalurkan zakat dalam waktu sekejab. Tetapi diharapkan dapat berlangsung terus menerus. Panitia amil zakat masjid atau mushola hendaklah bisa menerima dan menyalurkan zakat tidak hanya pada bulan ramadan saja, tetapi juga dibulan-bulan yang lain. Oleh karena itu pembentukan panitia amil zakat mestinya tidak perlu lagi tetapi lebih dibutuhkan oleh masyarakat adalah unit pengeloal zakat (UPZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ).

 

Tentang pistaza

Pusat Informasi dan Studi Zakat (Pistaza) merupakan lembaga dakwah dan Pendidikan yang memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang pengelolaan zakat, baik melalui lembaga maupun badan amil zakat yang sudah ada. Pistaza memberikan konsultasi kepada setiap lembaga atau warga masyarakat yang membutuhkan informasi seputar zakat. Pistaza juga memberikan pelatihan-pelatihan bagi lembaga dan badan amil zakat untuk peningkatan kapasitas Amil zakat tentang bagaimana menjalankan roda kegiatan secara baik dan proesional. Informasi lebih lanjut lihat blog ini...
Pos ini dipublikasikan di Zakat. Tandai permalink.

2 Balasan ke MASJID SEBAGAI PUSAT PENGELOLA ZAKAT ?

  1. Amik berkata:

    saya pengurus zakat di masjid sekitar rumah saya , saya ingin mengetahui ilmunya dalam pengelolaan zakat di masjid. tentang beras, tentangpembagiannya

    Suka

    • pistaza berkata:

      Untuk Pembagian beras sebanranya ada ketentuan dari hadits yang menyatakan bahwa pembagian zakat fithri adalah sebelum orang menjalankan sholat idul fithri. bagi yang membagi sesudah sholat maka yang diberikan itu bernilai shodaqah pada umumnya, bukan lagi zakat fithri.
      sedang yang berhak menerima zakatfithri adalah orang yang termasuk golongan orang miskin, terutama mereka yang tidak memeiliki kelebihan mkanan pada hari raya. karena tujuan zakat fithri adalah “tuhrotal li shoimin wa tu’matal lil masakin”. (membersihkan puasa dan memberimakan orang miskin)

      Suka

Tinggalkan Balasan ke Amik Batalkan balasan